Kafein terbukti efektif dalam meningkatkan performa atlit.
Seorang produser pembuat film-film dokumenter, Michael Brown sedang menjajaki perjalanannya ke puncak tertinggi di Mount Everest. Brown hanya mengenakan pakaian seadanya untuk mencapai kesuksesannya menaklukkan puncak tertinggi di dunia itu. Tidak lupa dia juga membawa serta sekaleng kopi yang disimpan di dalam ranselnya.
Bagi Brown, kopi merupakan bagian penting baginya layaknya ‘sepatu es’ ataupun sebotol tabung oksigen penuh. “Saya bahkan membawa serta kopi pada botol minuman saya tiap pertemuan konferensi tingkat tinggi yang saya hadiri,” tukas Brown yang sekarang berusia 42 tahun, yang telah berhasil menaklukkan puncak tertinggi di dunia ini sebanyak empat kali. Ditambahkan Brown “Kopi sama halnya dengan obat mujarab dalam kehidupan, dan bahkan setiap teman saya yang saya kenal yang memiliki pekerjaan yang menantang pasti meminum kopi setiap harinya.”
Atlit-atlit dari semua jalur olahraga pada dasarnya memerlukan kopi atau minuman yang mengandung kafein lainnya untuk mencapai performa yang maksimal. Alberto Tomba, seorang pembalap ski (ski racer) berkebangsaan Itali yang telah memenangkan tiga medali emas olimpiade, dikenal sebagai atlit yang selalu meminum kopi sesaat sebelum mengikuti pertandingan.
Apa yang menarik adalah kejelasan mengenai “kafein (caffein)” sebagai obat dalam meningkatkan performa, mengapa kafein dapat menolong atlit, dan seberapa banyakkah kafein yang dibutuhkan oleh atlit dalam sehari untuk membantu meningkatkan performansi, menjadi fokus perbincangan yang hangat akhir-akhir ini.
Kafein bekerja sebagai stimulus (perangsang) untuk menahan sebuah zat kimia di dalam otak yang disebut dengan adenosine, yang kemudian membuat kita dapat mengurangi kelelahan. Kafein juga dapat membangkitkan hampir semua jaringan yang terdapat di dalam tubuh kita yang dimana fenomena ini masih membingungkan para ilmuan. Ketika senyawa pada kafein terbukti memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap jaringan otot, jantung, dan sistem pernafasan, serta meningkatkan metabolisme, produksi hormon, dan aktifitas otak (mengurangi kelelahan, mengubah suasana hati, meningkatkan kewaspadaan dan konsentrasi) , para ilmuan masih belum dapat menjelaskan secara tepat reaksi kimiawi yang menyebabkan semua ini terjadi.
Kebanyakan teori mengatakan bahwa kafein dapat mendorong transmitter (pemancaran) gelombang sel-sel saraf otak terhadap noradrenalin dan epinephrine yang dapat meningkatkan tekanan darah, meningkatkan aliran oksigen dalam tubuh serta meningkatkan dan mempercepat kontraksi pada otot. Dan teori ini sekaligus menyatakan bahwa para ilmuan sekarang mulai mengerti bagaimana kafein dapat mengoptimalkan performa para atlit.
Dalam sebuah studi yang di publikasikan pada bulan Oktober tahun lalu dari Universitas Loughbrorough di Inggris, menyatakan bahwa kafein secara signifikan dapat meningkatkan mental dan fisik para atlit dalam melakukan aktifitas yang memerlukan daya tahan. Untuk menguji rangasangan terhadap efek tersebut, sebuah tim dari atlit bersepeda masing-masing diberi tiga buah makanan yang mengandung karbohidrat tinggi (biasanya dalam bentuk batangan seperti coklat batangan) untuk dikonsumsi dan melakukan 180 menit aktifitas bersepeda. Atlit yang mengkonsumsi 100 miligram kafein yang ditambahkan ke dalam makanan tersebut merasakan daya tahan tubuh secara keseluruhan lebih baik dari pada atlit yang mengkonsumsi makanan tanpa kafein.
“Kafein meningkatkan daya tahan fisik mereka, yang membuat mereka dapat melakukan aktifitas bersepeda dengan rata-rata 354 detik lebih lama sampai mereka akhirnya mengalami puncak kelelahan,” kata Eef Hogervors, pimpinan riset dan ketua bidang Biological Phychology di Universitas tersebut. Ditambahkan lagi “Ada perbedaaan serta peningkatan sebesar 27% dari kompetitor mereka yang hanya mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi tanpa kafein, bahkan tim yang mengkonsumsi makanan karbohidrat tinggi yang ditambahkan dengan kafein tersebut mendapat keuntungan berlipat, yakni peningkatan terhadap konsentrasi dan waktu respon mereka.”
Di lain pihak, sekelompok ilmuan yang tergabung dalam “Australia’s Royal Melbourne Institute of Technology” menemukan bahwa kafein juga memberikan keuntungan lebih kepada atlit saat mereka selesai melakukan olahraga atau latihan. Sebuah tim atlit sepeda diwajibkan untuk melakukan aktifitas bersepeda menggunakan alat bersepeda di laboratorium sampai mereka mengalami kelelahan, tiap atlit diberikan minuman yang mengandung karbohidrat tinggi yang identik/sama, kecuali beberapa atlit yang meminum minuman yang telah ditambahkan dengan kafein sebanyak 560 miligram (secara kasar dapat diperkirakan sama dengan 5 atau 6 cangkir kopi). Kepala staff riset John Hawley mengatakan bahwa setelah empat jam melakukan aktifitas, atlit yang diberikan tambahan kafein ke dalam minuman mereka ternyata memiliki kenaikan produksi glycogen (sejenis energi yang tersimpan dalam otot) sebesar 60% lebih banyak dibandingkan dengan atlit yang hanya meminum minuman karbohidrat tinggi tanpa kafein.
“Karena glycogen yang terdapat pada otot tetap akan tersimpan hingga kita menggunakannya, maka para atlit ini jelas mendapatkan keuntungan lebih ketika mereka akan memulai kembali aktifitas berat yang mereka lakukan nantinya” ujar Hawley.
Tentu saja kebanyakan atlit tidak akan mengkonsumsi 5 hingga 6 cangkir kopi setiap harinya. Hawley mengatakan bahwa perhitungan untuk mendapatkan performa optimal adalah 3 miligram kafein per 2.2 pound (sekitar 1 kg) dari berat tubuh kita sebelum melakukan latihan, atau sekitar 200 miligram untuk orang yang memiliki 150 pound (sekitar 68 kg) . Pada rata-rata orang dewasa, efek dari kafein dengan jumlah sebesar itu akan mengalami pengurangan dengan jangka waktu 3 sampai 4 jam.
Konsumsi kafein yang aman adalah sekitar 300 miligram per hari, atau bisa disamakan dengan 2 atau 3 cangkir kopi per harinya. “300 miligram kafein sudah cukup untuk dapat meningkatkan performa dan daya tahan tubuh kita, malahan kelebihan kafein dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti dehidrasi, keram otot, dan gangguan pencernaan” jelas Hawley.
Sumber : Men’s Journal., Maret 09.